BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ekonomi merupakan hal yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman ,tentu
kebutuhan terhadap manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara
terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Perubahan yang secara umum
terjadi pada perekonomian yang dialami suatu negara seperti inflasi
,pengangguran , kesempatan kerja, hasil produksi,dan sebagainya. Jika hal ini
ditangani dengan tepat maka suatu negara mengalami keadaan ekonomi yang stabil,
mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk yang ada negara tersebut.
Sudah hampir 66 tahun Indonesia
merdeka. Akan tetapi kondisi perekonomian Indonesia tidak juga membaik. Masih
terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi,
serta pendapatan per kapita yang masih rendah. Untuk dapat memperbaiki sistem
perekonomian di Indonesia, kita perlu mempelajari sejarah tentang perekonomian
Indonesia dari masa penjajahan, orde lama, orde baru hingga masa reformasi.
Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat mengetahui kebijakan-kebijakan
ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap
perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi
permasalah ekonomi yang ada.
Dalam kesempatan ini kami akan
menjelaskan tentang perkembangan perokonomian Indonesia dari masa ke masa,
mulai dari masa penjajahan, orde lama, orde baru serta reformasi.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan
maka rumusan masalah yang dikaji dalam pembuatan makalah ini difokuskan tentang
Perkembangan Perekonomian Indonesia. Adapun perumusan masalah dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana perkembangan perokonomian
Indonesia hingga saat ini ?
TUJUAN
Untuk memberikan suatu wawasan dan pengetahuan
mengenai sejarah perekonomian Indonesia, dan agar lebih memahami perkembangan
ekonomi di Indonesia secara luas. Selain itu, makalah ini dibuat sebagai bahan
penyelesaian tugas makalah mata kuliah softskill mengenai Perekonomian
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEREKONOMIAN INDONESIA
PADA MASA PENJAJAHAN
Sebelum merdeka,
Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada
empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris,
dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena
diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350
tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk
menganalisa sejarah perekonomian Indonesia pada masa penjajahan, berikut adalah
penjelasannya :
MASA PENDUDUKAN BELANDA
Pada masa
penjajahan,Indonesia menerapkan system perekonomian monopolis. Dimana setiap
kegiatan perekonomian dijalankan sesuai dengan penguasa perdagangan Indonesia
saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia pada saat
itu, disini VOC menerapkan peraturan dan strategi agar mereka tetap menguasai
perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC seperti
kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang dirancang
untuk mendukung monopoli tersebut. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda,
VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
– Hak mencetak uang
–
Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
–
Hak menyatakan perang dan damai
–
Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
–
Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Disamping itu VOC juga
menjaga agar harga rempah-rempah agar tetapa tinggi.antara lain dengan
diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah. Semua aturan itu pada
umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi VOC dari pola
pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan monopoli rempah-rempah, diharapkan VOC
akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor
dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan kewajiban menanam tanaman
kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300
metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang hanya 1.050 metrik ton. Dan pada tahun
1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia
Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain
disebabkan oleh :
- Peperangan yang terus-menerus
dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,terutama
perang Diponegoro.
- Penggunaan tentara sewaan
memebutuhkan biaya besar
- Korupsi yang dilakukan pegawai VOC
sendiri
- Pembagian deviden kepada para
pemegang saham, walaupun kas defisit.
MASA PENDUDUKAN INGGRIS
(1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad
diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini
sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan
berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan menggunakan pajak tanah,
maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris
atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah
jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi
daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Akan tetapi, perubahan yang cukup
mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan
di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya
antara lain :
- Masyarakat Hindia Belanda pada
umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang
- Pegawai pengukur tanah dari inggris
sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
- Kebijakan ini kurang didukung
raja-raja dan para bangsawan, karena inggris tak mampu mengakui suksesi
jabatan secara turun temurun.
MASA CULTUURSTELSEL
(SISTEM TANAM PAKSA)
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas
inisiatif Van Den Bosch. Yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi
yang permintaannya ada di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan
pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau,
teh, kina, karet dan kelapa sawit. Sistem ini jelas menekan
penduduk pribumi, akan tetapi sangant menguntungkan bagi Belanda, apalagi
dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua
sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung
tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent
(pajak tanah) dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat
pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual
hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang
sudah ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuur
stelstel sangat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodipun
masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata
cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli
Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf
hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa
menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini
juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin
dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi non agraris.
Dengan menerapkan cultuur stelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa
tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan
kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja,
tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar.
Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai
lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda
sebagai kapitalis.
SISTEM EKONOMI PINTU
TERBUKA (LIBERAL)
Dengan adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan
nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia
Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Maka dibuatlah
peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang
penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang
tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih
tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
- Keberadaan pemerintah Hindia Belanda
sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta
sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap
tanah.
- Prinsip keuntungan absolut : Bila di
suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang
dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong
mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
- Laissez faire laissez passer,
perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah
Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
MASA PENDUDUKAN JEPANG
(1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya
ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya,
terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang
diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
PEREKONOMIAN INDONESIA
MASA ORDE LAMA (1945 – 1966)
Pada awal kemerdekaan,
pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk
memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi
tingkat ketergantungan luar negeri. Sistem moneter tentang perbankan khususnya
bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya
hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk
memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan
dari pengambilan keputusan politik.
Masa orde lama dimulai
dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu, keadaan
ekonomi Indonesia mengalami kegiatan produksi terhenti pada tingkat
inflasi yang tinggi. Indonesia pernah mengalami sistem politik yang
demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi
konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet
hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan
masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi pada saat itu. Selama periode
1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman kolonial,
struktur ini disebut dual society dimana struktur dualisme
menerapkandiskriminasi dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun
tidak langsung. Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan
pada masa penjajahan Belanda. Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai
meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan
Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana
pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek
besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan
perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun
ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti
adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan
pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya
konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana
revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.
Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai
dekat dengan negara-negara komunis. Untuk lebih jelas nya berikut ini adalah
penjelasan terperinci nya.
Pemerintahan pada masa
orde lama dibagi menjadi tiga yaitu
MASA PASCA KEMERDEKAAN
(1945-1950)
Pada masa awal
kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain
disebabkan oleh :
– Inflasi yang sangat
tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javashe Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
–
Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup
pintu perdagangan luar negeri RI.
–
Kas Negara kosong
–
Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
- Program Pinjaman Nasional
dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blockade dengan
diplomasi beras ke, mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika,
dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia.
- Konferensi Ekonomi Februari 1946
dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan
distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
- Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif. - Kasimo Plan yang intinya mengenai
usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti
Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
MASA DEMOKRASI LIBERAL
(1950 – 1957)
Permasalah ekonomi yang
dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Program Benteng
(Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong
importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan
membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada
importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi
agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun
usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak
bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama
kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP)
2. Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU No. 24
th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
3. Sistem ekonomi
Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo,
yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi.
Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha
pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta
nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi
kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah.
4. Pembatalan sepihak
atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
(1959-1967)
Sebagai akibat dari
dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di
masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
–
Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000
menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
–
Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan
stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga
barang-baranga naik 400%.
–
Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang
rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat
lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
ORDE BARU (1966-1997)
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi
prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal
ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan
sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi
campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan
praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam
perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah
tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan
UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin
dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian
pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan
generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969,
Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa
REPELITA:
- REPELITA I (1967-1974)
Mulai berlaku sejak
tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5%
per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang,
perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti
oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
- REPALITA II (1974-1979)
Target pertumbuhan
ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor
pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan
merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan
baku.
- REPALITA III (1979-1984)
Prioritas tetaap pada
pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju
swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi
bahan jadi.
- REPALITA IV (1984-1989)
Adalah peningkatan dari
REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat,
mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas
kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada
pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri
sendiri.
Jika ditarik kesimpulan
maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian
menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.
Kelebihan Pada Masa Orde
Baru :
–
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
–
Sukses transmigrasi.
–
Sukses KB.
–
Sukses memerangi buta huruf.
–
Sukses swasembada pangan.
–
Pengangguran minimum.
–
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
–
Sukses Gerakan Wajib Belajar.
–
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.
–
Sukses keamanan dalam negeri.
–
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
–
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan Orde Baru
–
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.
–
Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah
sebagian besar disedot ke pusat.
–
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua.
–
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
–
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin).
–
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.
–
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibreidel.
–
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
“Penembakan Misterius” (petrus).
–
Tidak ada rencana suksesi.
MASA REFORMASI
Pemerintahan reformasi
diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang
berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya dikarenakan
pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan banyak
yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998 merupakan tahun
terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di
Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah yang semula 1 US$
senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,-
(5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar). Artinya, nilai Rp.
1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun setelah tahun 1998
menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan
harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena
uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar
Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara
Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari International Monetary
Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20
milyar adalah hutang komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998
sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu
:
- Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20
Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan
presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di
Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan
wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat
- Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober
1999 – 23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk
menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid
berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan
antar agama.
- Ibu Megawati (23 Juli 2001 – 20
Oktober 2004)
Masa kepemimpinan
Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu
pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
–
Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun
–
Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke
perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual
beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang
Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset
telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
- Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20
Oktober 2004-sekarang)
Masa kepemimpinan SBY
terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :
–
Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM
dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang
mendukung kesejahteraan masyarakat.
–
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua,
yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial.
–
Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit
pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang
salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak
investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan
bertambah.
–
Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada
pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh
dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law.
Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak
terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang
mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara
besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
–
Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan
bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
–
Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena
harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis
Pada tahun 2006 Indonesia
melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund).
Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada
luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi
antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan
sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.
BAB
III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Perekonomian Indonesia
sejak masa penjajahan, pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi masih
mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih jatuh bangun. Hal itu
dapat dilihat dari :
–
Kemiskinan yang masih ada
–
Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia
tidak sebanding dengan jumlah
angkatan kerja
–
Maraknya para koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas (Indonesia
termasuk dalam 5 terbesar Negara terkorup didunia)
–
Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya
–
Masih memiliki hutang ke luar negeri
- SARAN
Dalam hal ini, kita
sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan
Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah
mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu
kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi
kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
- http://hafizasmenta.blogspot.com/2012/03/perekonomian-indonesia-pada-masa-orde.html
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/sejarah-perekonomian-indonesia-8/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
- Dumairy, Perekonomian
Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996.