Senin, 19 Oktober 2020

Perkembangan Ekonomi Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

 

LATAR BELAKANG

 

            Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman ,tentu kebutuhan terhadap manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Perubahan yang secara umum terjadi pada perekonomian yang dialami suatu negara seperti inflasi ,pengangguran , kesempatan kerja, hasil produksi,dan sebagainya. Jika hal ini ditangani dengan tepat maka suatu negara mengalami keadaan ekonomi yang stabil, mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk yang ada negara tersebut.

            Sudah hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Akan tetapi kondisi perekonomian Indonesia tidak juga membaik. Masih terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita yang masih rendah. Untuk dapat memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, kita perlu mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa penjajahan, orde lama, orde baru hingga masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada.

            Dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang perkembangan perokonomian Indonesia dari masa ke masa, mulai dari masa penjajahan, orde lama, orde baru serta reformasi.

 

PERUMUSAN MASALAH

      Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang dikaji dalam pembuatan makalah ini difokuskan tentang Perkembangan Perekonomian Indonesia. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1.      Bagaimana perkembangan perokonomian Indonesia hingga saat ini ?

 

TUJUAN

 Untuk memberikan suatu wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah perekonomian Indonesia, dan agar lebih memahami perkembangan ekonomi di Indonesia secara luas. Selain itu, makalah ini dibuat sebagai bahan penyelesaian tugas makalah mata kuliah softskill mengenai Perekonomian Indonesia.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN

Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia pada masa penjajahan, berikut adalah penjelasannya :

 

MASA PENDUDUKAN BELANDA

            Pada masa penjajahan,Indonesia menerapkan system perekonomian monopolis. Dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan sesuai dengan penguasa perdagangan Indonesia saat itu. VOC adalah lembaga yang menguasai perdagangan Indonesia pada saat itu, disini VOC menerapkan peraturan dan strategi agar mereka tetap menguasai perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang diterapkan VOC seperti kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC dan pajak hasil bumi yang dirancang untuk mendukung monopoli tersebut. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
–     Hak mencetak uang

–          Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai

–          Hak menyatakan perang dan damai

–          Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri

–          Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja

Disamping itu VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah agar tetapa tinggi.antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah. Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan monopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang hanya 1.050 metrik ton. Dan pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :

  1. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar,terutama     perang Diponegoro.
  2. Penggunaan tentara sewaan memebutuhkan biaya besar
  3. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri
  4. Pembagian deviden kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.

               

MASA PENDUDUKAN INGGRIS (1811-1816)

            Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan menggunakan pajak tanah, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :

  1. Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang
  2. Pegawai pengukur tanah dari inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
  3. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena inggris tak mampu mengakui suksesi jabatan secara turun temurun.

               

MASA CULTUURSTELSEL (SISTEM TANAM PAKSA)

            Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang permintaannya ada  di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet  dan  kelapa sawit. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, akan tetapi sangant  menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent (pajak tanah) dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuur stelstel sangat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodipun masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi non agraris.

            Dengan menerapkan cultuur stelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.

 

SISTEM EKONOMI PINTU TERBUKA (LIBERAL)

            Dengan adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Maka dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :

  1. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
  2. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
  3. Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas,   pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang   sesungguhnya.
    Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.

 

MASA PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945)

            Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.

 

PEREKONOMIAN INDONESIA MASA ORDE LAMA (1945 – 1966)

Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri. Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.

Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka. Pada saat itu, keadaan ekonomi Indonesia mengalami kegiatan produksi terhenti pada tingkat inflasi yang tinggi. Indonesia pernah mengalami sistem politik yang demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi konflik  politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yangterjadi pada saat itu. Selama periode 1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman kolonial, struktur ini disebut dual society dimana struktur dualisme menerapkandiskriminasi dalam setiap kebijakannya baik yang langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekonomi Indonesia menjadi bertambah buruk dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli. Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumnbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis. Untuk lebih jelas nya berikut ini adalah penjelasan terperinci nya.

Pemerintahan pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu

 

MASA PASCA KEMERDEKAAN (1945-1950)

Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan oleh :

– Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.

–     Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.

–     Kas Negara kosong

–     Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :

  1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
  2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke, mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
  3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
    Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
  5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

     

MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950 – 1957)

Permasalah ekonomi yang dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

1.   Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP)

2.   Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU No. 24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

3.   Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.

4. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

 

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :

–     Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.

–     Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.

–     Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

 

ORDE BARU (1966-1997)

            Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:

  1. REPELITA I (1967-1974)

Mulai berlaku sejak tanggal 1april 1969. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

  1. REPALITA II (1974-1979)

Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

 

  1. REPALITA III (1979-1984)

Prioritas tetaap pada pembangunan ekonomi yang dititikberatkan pada sector pertanian menuju swasembada pangan, serta peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.

  1. REPALITA IV (1984-1989)

Adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja. Priorotasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.

Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA adalah mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti pertumbuhan industri bertahap.

Kelebihan Pada Masa Orde Baru :

–          Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.

–          Sukses transmigrasi.

–          Sukses KB.

–          Sukses memerangi buta huruf. 

–          Sukses swasembada pangan. 

–          Pengangguran minimum. 

–          Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). 

–          Sukses Gerakan Wajib Belajar. 

–          Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh. 

–          Sukses keamanan dalam negeri. 

–          Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.

–          Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

 

Kekurangan Orde Baru  

–          Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme. 

–          Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara   pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke      pusat. 

–          Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua. 

–          Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh   tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya. 

–          Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin). 

–          Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan. 

–          Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel. 

–          Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program        “Penembakan Misterius” (petrus). 

–          Tidak ada rencana suksesi.

 

MASA REFORMASI

Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tahun 1998 merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar). Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu :

  1. Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)

Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat

  1. Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)

Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.

  1. Ibu Megawati (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)

Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :

–     Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun

–     Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

  1. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)

Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu :

–     Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

–     Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

–     Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

–     Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.

–     Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.

–     Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis

Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.

 

BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Perekonomian Indonesia sejak masa penjajahan, pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih jatuh bangun. Hal itu dapat dilihat dari :

–     Kemiskinan yang masih ada

–     Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak          sebanding dengan jumlah angkatan kerja

–     Maraknya para koruptor karena hukum di negeri ini kurang tegas (Indonesia termasuk dalam   5 terbesar Negara terkorup didunia)

–     Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya

–     Masih memiliki hutang ke luar negeri

 

  1. SARAN

Dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.

  

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. http://hafizasmenta.blogspot.com/2012/03/perekonomian-indonesia-pada-masa-orde.html
  2. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/sejarah-perekonomian-indonesia-8/
  3. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
  4. Dumairy, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996.

 

  

Perkembangan Uang dalam Ekonomi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.

Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Uang sebagai alat tukar di era modern ini memiliki fungsi dan peranan penting terhadap kegiatan perekonomian.Begitu juga dengan lembaga keuangan sebagai wadah dan perantara kegiatan keuangan.

Terlebih dahulu tentang perkataan nilai itu sendiri. Sesungguhnya pengertian atau arti kata daripada nilai adalah bermacam-macam, ada nilai dalam arti obyektif, dalam arti subyektif dan dalam arti nilai tukar. Telah dikemukakan pula bahwa uang itu adalah sejenis benda. Apakah dengan ini berarti bahwa bilamana kita mengatakan nilai sesuatu benda samalah isi yang terkandung dalam pikiran kita bila kita mengatakan nilai uang? Sudah tentu sesuai dengan banyaknya arti nilai tersebut di atas, tidaklah selalu demikian halnya. Jadi apa yang terkandung dalam pikiran kita bilamana kita mengatakan nilai uang. Pula harus diperhatikan, bahwa dalam hidup kita sehari-hari, sesuai dengan fungsi uang sebagai alat pengukur nilai, uanglah yang dipergunakan orang untuk menentukan berapa nilai sesuatu barang. Akan tetapi karena arti nilai pada yang disebut terakhir ini adalah nilai tukar, maka sudahlah jelas ada persamaan yang terkandung dalam pikiran kita bilamana kita mengatakan nilai uang dan mengatakan nilai sesuatu benda. Jadi samalah apa yang terkandung dalam pikiran kita bilamana kita mengatakan nilai tu           kar sebutir telur, dengan nilai tukar sesuatu kesatuan uang. Jadi dengan uraian di atas, jelaslah bahwa bilamana kita mengatakan nilai uang, maka nilai tukar uanglah yang dimaksudkan.

Karena uang adalah sejenis benda, maka apa yang dimaksudkan dengan nilai tukar sesuatu benda samalah halnya dengan nilai tukar sesuatu kesatuan uang. Nilai tukar sesuatu benda adalah banyaknya barang-barang atau jasa-jasa yang umumnya diberikan oleh orang lain kepada kita sebagai pengganti satu kesatuan barang yang kita berikan kepadanya. Dengan demikian dapatlah kita beri definisi nilai uang sebagai berikut: Nilai uang adalah jumlah barang-barang atau jasa-jasa yang diberikan oleh orang lain kepada kita sebagai pengganti satu kesatuan uang yang kita berikan kepadanya. Oleh karena itu kita perlu mengetahui lebih dalam bagaimana peranan uang dalam perekonomian.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :

1.     Bagaimana aliran uang dan aliran barang?

2.     Bagaimana hubungan uang dan suku bunga?

3.     Bagaimana pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi sektor riil?

4.     Bagaimana pengaruh uang terhadap harga barang dan jasa?

5.     Bagaimana pengendalian jumlah uang yang beredar?

 

1.3  Tujuan

1.      Untuk mengetahui bagaimana aliran uang dan aliran barang.

2.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan uang dan suku bunga.

3.      Untuk mengetahui bagaimana pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi sektor riil.

4.      Untuk mengetahui bagaimana investasi pengaruh uang terhadap harga barang dan jasa.

5.      Untuk mengetahui bagaimana pengendalian jumlah uang yang beredar.

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1  Aliran Uang dan Aliran Barang

Untuk melihat perkembangan perekonomian dapat diketahui melalui indikator-indikator sektor riil, yang mencangkup barang dan jasa, serta indikator-indikator sektor moneter. Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan, dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawan internasional. Kemudian sektor moneter adalah sektor yang berkaitan tentang uang. Sektor riil dan sektor  moneter saling berkaitan satu sama lain. Secara teoritis, sektor riil merupakan cermin dari sektor moneter dan sebaliknya. Dalam sebuah transaksi jual beli, misalnya, akan selalu terdapat penjual yang memiliki barang dan pembeli yang memiliki uang. Apabila transaksi jual beli terjadi, maka kedua belah pihak melakukan pemenuhan atas kebutuhan masing-masing dengan nilai transaksi jual beli barang dan jasa yang sama dengan nilai uang yang diserahterimakan.

Dalam setiap kegiatan ekonomi selalu terdapat dua macam aliran, yaitu aliran barang dan aliran uang. Kegiatan produksi membutuhkan input berupa bahan baku dan tenaga kerja. Sehingga dalam proses produksi akan terjadi aliran barang dan jasa berupa bahan baku dan tenaga kerja dari masyarakat. Pada saat yang sama juga terjadi aliran uang dari perusahaan untuk pembayaran bahan baku yang dibeli tersebut. Aliran uang itu bagi perusahaan akan menjadi pos biaya, sedangkan bagi masyarakat merupakan pos pendapatan. Ketika perusahaan menjual produksinya ke masyarakat yang terjadi adalah aliran uang keluar dari masyarakat dan sebaliknya aliran uang masuk dan merupakan pendapatan bagi perusahaan. Alur serupa juga terjadi pada kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi lainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sistem perekonomian , aliran uang akan sama atau sebanding dengan aliran barang dan jasa.

2.2  Hubungan Uang dan Suku Bunga

Untuk membiayai kegiatan ekonominya, masyarakat membutuhkan uang baik uang kartal, uang giral, maupun kuasi. Ideal nya jumlah uang yang tersedia, seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan atau diminta masyarakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan.

Apabila jumlah uang yang disediakan melebihi uang yang diminta, maka akan terjadi kelebihan penyedianan uang yang dapat mengakibatkan penurunan harga uang atau suku bunga. Sebaliknya bila jumlah uang yang diminta melebihi jumlah-jumlah uang yang disediakan maka akan mengakibatkan kenaikan harga uang atau suku bunga. Suku bunga yang dimaksud adalah suku bunga yang mencerminkan kesesuaian antara suku bunga simpanan (sisi penawaran uang) dan suku bunga pinjaman (sisi permintaan uang).

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa perubahan suku bunga akan terjadi karena adanya perubahan jumlah uang yang beredar sebagai akibat dari interaksi antara sisi permintaan dan sisi penawaran.

 

 

2.3  Pengaruh Uang Terhadap Kegiatan Ekonomi Sektor Riil

Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan, dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawan internasional. Pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi sektor rill dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh tak langsung bisa kita pahami lewat penjelasan hubungan  uang dengan perkembangan suku bunga yang telah dijelaskan diatas. Penurunan suku bunga akan menurunkan biaya pendanaan kegiatan investasi, dan selanjutnya akan mendorong kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi. Contoh secara langsungnya yaitu apabila uang yang beredar dimasyarakat sedikit otomatis kegiatan ekonomi masyarakat akan terhambat.

Untuk menggambarkan keterkaitan antara uang dan sektor rill dapat dilihat dari pertumbuhan tahunan uang dan pertumbuhan tahunan Produk Domestil Bruto (PDB) yakni indikator perkembangan kegiatan ekonomi suatu masyarakat dalam memproduksi barang dan jasa.

2.4 Pengaruh Uang Terhadap Harga Barang dan Jasa

Keterkaiatan uang dan suku bunga dan keterkaitan antara uang dan kegiatan ekonomi sektor riil sebenarnya menggambarkan peranan uang dalam mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Perkembangan ekonomi tercemin pada perkembangan permintaan agregat (aggregate demand atau Permintaan agregat adalah keseluruhan permintaan terhadap barang & jasa oleh pengguna dalam ekonomi) masyarakan akan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam sebuah mekanisme perekonomian.

Kegiatan produksi tentu harus didukung oleh kapasitas ekonomi yaitu kondisi yang mencerminkan ketersedian sumber daya yang mencukupi seperti bahan baku,tenaga kerja,dan teknologi. Dalam ilmu ekonomi makro kondisi ini dikenal dengan penawaran agregat (Penawaran Agregat atau aggregate supply adalah jumlah barang dan jasa akhir perekonomian, yang diminta pada berbagai tingkat harga yang berbeda). Berbeda dengan permintaan agregat yang dapat dirubah dalam jangka pendek,penawaran agregat relatif sulit untuk berubah dalam waktu jangka pendek. Hal ini disebabkan karena perubahan penawaran agregat lebih terkait pada struktur dan perkembangan perekonomian.

Permintaan agregat, idealnya harus sama denganpenawaran agregat. Apabila permintaan agregat tidak sama dengan penawaran agregat, maka diperlukan penyesuaian kegiatan ekonomi agar terjadi kesesuaian (keseimbangan) penyesuaian itu berakibat pada perubahan harga barang dan jasa. Permintaan agregat yang melebihi penawaran agregat akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa.

Apabila disimpulkan, perubahan jumlah uang yang beredar akan mempengaruhi perkembangan harga. Kecenderungan kenaikan harga secara terus-menerus (inflasi), terjadi apabila penambahan jumlah uang bererdar melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Formulasi sederhananya “jumlah uang beredar bertambah, harga barang-barang naik”.

Inflasi disebut juga fenomena moneter karena sangat dipengaruhi perkembangan uang beredar. Namun dalam teori strukturalis dinyatakan bahwa inflasi dalam jangka panjang disebabkan oleh adanya kekakuan struktur perekonomian di negara berkembang.

Inflasi di indonesia pada paruh waktu pertama dekade 1960-an, adalah contoh inflasi sebagai fenomena moneter . pada saat itu inflasi yang mencapai 600% disebabkan oleh pencetakan uang yang berlebihan. Akibatnya kenaikan harga melonjak sangat tajam.

Lalu pada tahun 1998 terjadi kelangkaan dana di perbankan akibat penarikan dan secara besar-besaran oleh masyarakat. Bersamaan dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS, melemah pula kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. Untuk mengatasi hal itu, bank Indonesia menyuntikan dana kepasar dalam jumlah besar dalam beberapa waktu. Akibatnya terjadi inflasi beberapa waktu kemudian. Setelah pertumbuhan uang beredar mereda inflasi kembali melemah. Inflasi seperti ini juga contoh fenomena moneter.

Namun lonjakan harga sesaat setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, atau tarif angkutan, juga kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan upah minimum Regional merupakan contoh inflasi sebagai fenomena Structural.

2.5 Pengendalian Jumlah Uang Beredar

Pengendalian jumlah uang beredar pada hakikatnya merupakan salah satu bagian dari kerangka kebijakan moneter yang dilaksanakan otoritas (wewenang) moneter. Sesuai dengan tujuan kebijakan moneter, pengendalian jumlah uang beredar pada umumnya dimaksudkan untuk menjaga kestabilan nilai uang dan mendorong kegiatan ekonomi. Selain itu, pengendalian jumlah uang beredar mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kerangka kebijakan ekonomi makro karena adanya keterkaitan antara uang dan variabel-variabel ekonomi lainnya (tingkat bunga, kesempatan kerja, tingkat tabungan dll).

Pengendalian jumlah uang beredar dimaksudkan agar otoritas moneter dapat mempengaruhi nilai uang sedemikian rupa sehingga perkembangannya akan mendorong perkembangan perekonomian yang diinginkan termasuk menekan laju inflasi.

Tentang pengendalian jumlah uang beredar, sesuai dengan UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia mempunyai tugas dan wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter antara lain mengendalikan jumlah uang beredar. Untuk mencapai target kuantitas, kebijakan moneter Bank Indonesia, akan sengaja diarahkan untuk mempengaruhi kegiatan perekonomian sehingga tercapai kestabilan harga.

Namun, pengendalian jumlah uang beredar, dalam prakteknya sangat sulit dilakukan kesulitan itu disebabkan oleh beberapa faktor pertama : adanya unsur-unsur kontradiktif pada sasaran kebijakan. Kedua, sulitnya memprediksi dan mengendalikan permintaan uang masyarakat dan ketiga, sulitnya memprediksi prilaku kecepatan perputaran uang. Diperkirakan, kesulitan itu akan lebih berat dimasa mendatang. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa menjajagi dan mengkaji beberapa kemungkinan penerapan kerangka kerja kebijakan moneter lain yang lebih optimal. Tentu, stabilitas nilai rupiah bisa tercapai.

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

 

 

 

1.      Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)

Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)

2.      Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)

Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

1.      Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2.      Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3.      Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4.      Imbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

 

 

BAB III

KESIMPULAN

3.1  Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang membahas tentang peranan uang dalam perekonomian, maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :

Peranan uang dalam perekonomian sangatlah penting untuk perkembangan perekonomian Indonesia, yang dapat dilihat melalui indikator-indikator sektor riil, yang mencangkup barang dan jasa, serta indikator-indikator sektor moneter. Selain itu juga dilihat dari hubungan uang dengan suku bunga, pengaruh uang terhadap harga barang dan jasa dan bagaimana pengendalian jumlah uang yang beredar untuk menjaga kestabilan.

 

Daftar Pustaka

https://www.kompasiana.com/nendahitaoktasari/54f86674a33311ac028b457a/peran-uang-dalam-perekonomian

https://www.bi.go.id/id/publikasi/seri-kebanksentralan/Pages/Pengertian-Penciptaan-dan-Peranan-Uang-dalam-Perekonomian.aspx

http://fajriarifwibawa.blogspot.com/2015/04/makalah-peranan-uang-dalam-perekonomian.html

 

  

SISTEM INFORMASI DAN RISET PEMASARAN GLOBAL SISTEM INFORMASI

  SISTEM INFORMASI DAN RISET PEMASARAN GLOBAL SISTEM INFORMASI   PENGERTIAN SISTEM  INFORMASI                Sistem   Informasi  (SI...