BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa
ini diskursus tentang bank syariah menjadi isu dan pembicaraan yang hangat di
dunia perekonomian. Hal ini disebabkan karena kebutuhan mendesak umat Islam
(seiring perkembangan zaman) terhadap transaksi di perbankan yang bebas praktik
riba. Maka, bank syariah dapat diartikan sebagai sebuah lembaga keuangan
(moneter) yang menjalankan segala prinsip-prinsip kerja perbankan modern,
sesuai dengan cara-cara dan metode-metode terbaru, untuk memudahkan transaksi
perdagangan, menyuburkan daya investasi dan mempercepat laju perkembangan
ekonomi dan sosial, dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum syara’.
Bank
Syariah didirikan untuk menciptakan kemaslahatan umat Islam, maka dalam
praktiknya bank Syariah tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran atau
tuntunan-tuntunan agama Syariah itu sendiri. Salah satu penyimpangan utama yang
terdapat pada bank konvensional adalah sistem bunga. Sistem ini bertentangan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Berdasarkan pendapat para ulama, sistem
bunga inilah dalam bank Islam perlu dihapus. Penghapusan sistem bunga bank
berarti melaksanakan islamisasi perbankan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan bank islam?
2. Bagaimana perkembangan sistem perbankan
syariah modern?
3. Bagaimana pembentukan bank-bank syariah?
4. Bagaimana perkembangan bank-bank syariah
di berbagai negara?
5. Bagaimana perkembangan bank-bank syariah
di Indonesia?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perkembangan sistem
perbankan syariah di era modern ini
2. Untuk mengetahui cara pembentukan bank bank
syariah
3. Untuk mengetahui perkembangan bank syariahn
di bebagai negara termasuk indonesia
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Awal Perkembangan Bank Islam
Merujuk
fakta sejarah, aktifitas perbankan telah ada dan eksis dimulai sejak zaman
Rasulullah Saw. Ketika hidup di masyarakat Makkah maupun Madinah. Dengan
julukan al-amin, beliau terkenal sebagai seorang yang mendapat kepercayaan
menyimpan segala deposit masyarakat Arab Quraisy sampai ketika beliau hijrah ke
Madinah, beliau melantik Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan segala deposit
itu kepada pemiliknya.
Salah
seorang sahabat nabi yang bernama Zubair bin Awwam mengembangkan kegiatan
rasulullah, beliau suka menerima uang dari kaumnya dalam bentuk pinjaman, bukan
deposit. Karena jika ia menerima dalam bentuk deposit dikhawatirkan uang
tersebut akan hilang. Ada dua sebab kenapa Zubair menerimanya dalam bentuk
pinjaman. Pertama, karena jika akadnya akad pinjaman ia berhak untuk memutar
uang tersebut untuk diinvestasikan.
Kedua, jika transaksi berbentuk pinjaman, maka ia berkewajiban
mengembalikannya dalam keadaan utuh seperti semula.
Maka,
pada awal Islam telah ada dua macam praktik simpanan (deposito) yang
diterapkan, yaitu: wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah. Munculnya
variasi ini adalah karena perkembangan wacana dari pemanfaatan tipe simpanan
tersebut yang di masa Rasulullah mempunyai konsep awal yaitu sebagai suatu
amanah, lalu bergeser menjadi pinjaman sebagaimana yang dicontohkan oleh Zubair
bin Awwa tersebut.
Al-Gaoud
dan Lewis (2001) menambahkan bahwa umat Islam telah mengenal institusi keuangan
pertama kali pada zaman Khalifah Umar bin Khattab dengan baitul mal sebagai
penyimpanan kas Negara. Ketika berbagai peperangan dimenangkan oleh kaum
muslimin para pejuang muslim mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah),
hingga pada masa Umar bin Khattab mempunyai kebijakan beda terkait dengan
ghanimah tersebut. Umar mengelola harta ghonimah untuk kemaslahatan kaum
muslimin secara menyeluruh. Menurut Umar padatahun 20 Hsemua warga negara yang
miskin harus diberikan pensiun tahunan yang diambil dari pengelolaan harta
ghanimah. Institusi yang dibangun ini dinamakan dengan diwan, hal ini terilhami
oleh dan meniru birokrasi orang Persia, yang tujuannya adalah mendaftar semua
warga umat agar dapat memfasilitasi pendistribusian kekayaan yang diperoleh.
Danadana umat yang diperoleh dari wilayah-wilayah yang ditaklukkan disimpan di
baitul mal.
2.2 Perkembangan Sistem
Perbankan Syariah Modern
Sejak
awal kelahirannya, perbankan syari’ah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan
renaissanceislam modern: neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian
lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum
muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Upaya
awal penerapan sistem profit dan losssharing tercatat di Pakistan dan Malaysia
sekitar tahun 1940-an yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara
nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di
desa MitGhamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.
Setelah
dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat
pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International
Associationof Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus
lembaga keuangan islam yang beroprasi di seluruh dunia, baik di negara-negara
berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika.
Suatu
hal yang patut juga dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia
keuangan internasional seperti Citibank, JardineFlemming, ANZ, Chase Chemical
Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiories yang
berdasarkan syari’ah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai
diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones
untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika
Schraf, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang kristen itu, menyatakan
bahwa Bank Islam adalah partner baru pembangunan:
1. MitGhamr
Bank
Rintisan
perbankan syariah mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroprasi sebagai
rural-social bank(semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang
delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama MitGhamr Bank binaan Prof. Dr. Ahmad
Najjar tersebut hanya beroprasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun
institusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan
sistem finansial dan ekonomi Islam.
2. Islamic Development Bank
Pada
Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di
Karachi, Pakistan, Desember 1970, Mesir Mengajukan sebuah proposal untuk
mendirikan bank syari’ah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank
Islam Internasional untuk perdagangan dan pembangunan(International Islamic
Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam,
dikaji para ahli dari delapan belas negara islam. Proposal tersebut pada
intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan
dengan suatu sistem kerjasama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun
kerugian dan proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan
Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam.
Proposal tersebut antara lain mengusulkan
untuk:
a. Mengatur transaksi komersial antarnegara
islam
b. Mengatur institusi pembangunan dan
investasi
c. Merumuskan masalah transfer, kliring serta
settlement antar bank sentral di negara islam sebagai langkah awal menuju
terbentukkanya sistem ekonomi islam yang terpadu
d. Membantu mendirikan institusi sejenis bank
sentral syari’ah di negara islam
e. Mendukung upaya-upaya bank sentral di
negara islam dalam hal pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan
kerangka kerja islam
f. Mengatur administrasi dan mendayagunakan
dana zakat
g. Mengatur kelebihan likuiditas bank-bank
sentral negara islam
Selain hal tersebut,
diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan
Pembangunan Negara-Negara Islam (investmentand Development Bodyof Islamic
Countries). Badan tersebut akan berfungsi sebagai:
a. Mengatur investasi modal islam
b. Menyeimbangkan antara investasi dan
pembangunan di negara islam
c. Memilih lahan atau sektor yang cocokuntuk
investasi dan mengatur penelitiannya
d. Memberi saran dan bantuan teknis bagi
proyek-proyek yang dirancang untuk investasi regional di negara-negara islam.
Sebagai
rekomendasi tambahan, proposal tersebut mengusulkan pembenukan
perwakilan-perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-BankIslamsebagai badan
konsultatif untuk masalah-masalah ekonomi dan perbankan syari’ah. Tugas badan
ini di antaranya menyediakan bantuan teknis bagi negara-negara Islam yang ingin
mendirikan bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah. Bentuk dukungan teknis
tersebut dapat berupa pengiriman para ahli ke negara tersebut, penyebaran atau
sosialisasi sistem perbankan Islam, dan saling tukar informasi dan pengalaman
antar negara Islam.
Pada
Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, Maret 1973, usulan tersebut
kembali di agendakan. Sidang kemudian juga memutuskan agar OKI mempunyai bidang
yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973 komite ahli
yang mewakili negara-negara Islam penghasil minyak, bertemu di Jeddah untuk
membicarakan pendirian bank Islam. Rancangan pendirian bank tersebut, berupa
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, di bahas pada pertemuan kedua, Mei
1974.
Sidang
Menteri Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Bank
Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2
miliar dinar Islam atau ekuivalen 2 miliar SDR (Spesial DrawingRight). Semua
negara anggota OKI menjadi anggota IDB.
Pada
tahun-tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah
politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat dari 22 menjadi
43 negara. IDB juga terbukti mampu memainkanperan yang sangat penting dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara-negara Islam untuk pembangunan. Bank ini
memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiaaan kepada
negara anggota berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Dana yang tidak
dibutuhkan dengan segera digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang
dengan menggunakan sistem murabahah dan ijarah.
3. Islamic ResearchandTrainingInstitute
IDB
juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara. Untuk pengembangan
sistem ekonomi syari’ah, institusi ini membangun sebuah institut riset dan
pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam
bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disingkat IRTI
(Islamic ResearchandTrainingInstitute).[2]
2.3 Pembentukan
Bank-BankSyari’ah
Sejak
eksperimen perbankan Islam yang pertama dari MitGhamr pada tahun 1960-an, bank
– bank Islam berkembang biak karena, di satu pihak,permintaan pasar, dan di
lain pihak, usaha – usaha keras negara Teluk kaya minyak pendukung utama
perbankan Islam. Bank – bank Islam mulai bertambah jumlahnya setelah kelahiran
mereka pada tahun 1960-an.[3]
Berdirinya
IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan
syari’ah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan
tentang pendirian,peraturan, dan pengawasan bank syari’ah. Kerja keras mereka
membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank
syari’ah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran,
Malaysia, Bangladeesh, serta Turki.
Secara
garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori.
Pertama, bank Islam komersial (Islamic Comercial Bank). Kedua, lembaga
investasi dalam bentuk internationalholdingcompanies.
Bank-bank yang masuk
kategori pertama di antaranya:
1. Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan),
2. Kuwait Finance House,
3. Dubai Islamic Bank,
4. Jordan Islamic Bank for Finance and
Investment,
5. Bahrain Islamic Bank,
6. Islamic International Bank for Investment
and Development (Mesir).
Adapun yang termasuk
kategori kedua:
1. Daaral-Maalal-Islami (Jenewa),
2. Islamic Investment Company ofthe Gulf,
3. Islamic Investment Company (Bahama),
4. Islamic Investment Company (Sudan),
5. Bahrain Islamic Investment Bank (Manama),
6. Islamic Investment House (Amman).[4]
2.4 Perkembangan
Bank-BankSyari’ah Di Berbagai Negara
1. Pakistan
Pakistan
merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal Juli 1979, sistem
bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi: National Infestment Unit
Trust), pembiayaan sektor perumahan dan kerja sama investasi. Pada 1979-1980,
pemerintah mensosialisasikan skema pinjam tanpa bunga kepada petani dan
nelayan.
Pada
tahun 1981 seiring dengan diberlakukannya UU perusahaan mudharabah dan
Murabahah, mulailah beroperasi 7000 cabang bank komersial naional di seluruh
pakistan dengan menggunakan sistem bagi hasil. Pada awal 1985, seluruh sistem
perbankan pakistan di konvesri dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan
syariah.
2. Mesir
Bank
syariah pertama yang didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini
mulai beroperasi pada bulan Maret 1978 dan berhasil membukukan hasil
mengesankan dengan total aset sektar 2 M dollar AS pada 1986 dan tingkat
keuntungan sekitar 106 juta dollar AS. Selain Faisal Islamic Bank, terdapat
bank lain yaitu Islamic International Bank For Investment and Development yang
beroperasi dengan menggunakan instrumen keuangan islam dan menyediakan
jaringanyang luas. Bank ini beroperasi, baik sebagai bank investasi, bank
perdagangan, mauun bank komersial
3. Siprus
Siprus
mulai beroperasi pada maret 1983 yang didirikan oleh Faisal Islamic Investment
Corcoperation yang memiliki dua cabang di Siprul dan satu cabang di Istambul.
Dalam sepuluh bulan awal operasinya,
bank tersebut telah melakukan pembiayaan dengan skema murabahah senilai sekitar
TL 450 juta.
Bank
ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan mudharabah, dengan
tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah. Kehadiran bank islam
di Siprus telah menggerakkan masyarakat untuk menabung. Bank ini beroperasi
dengan mendatangi desa-desa, pabrik, dan sekolah dengan menggunakan kantor kas
atau mobil keliling untuk mengumpulkan tabungan masyarakat.
4. Kuwait
Kuwait
Finance House didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistem
tanpa bunga. Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah
menunjukkan perkembangan yang cepat. Selama dua tahun saja, yaitu 1980-1982,
dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar KD 149 juta menjadi KD
474 juta. Pada akhir tahun 1985, total aset mencapai KD 803 juta dan tingkat
keuntungan bersih mencapai KD 17 juta.
5. Bahrain
Bahrain
merupakan off-shorebankingheaven terbesar di Timur tengah. Di negeri yang hanya
berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa (per desember 1999) tumbuh sekitar
220 localoff-shorebanks. Tidak kurang dari 22 diantaranya beroperasi
berdasarkan syariah. Di antara bank-bank yang beroperasi secara syariah
tersebut adalah Citi Islamic Bank of Bahrain (anak perusahaan CitiCorp. N.A),
Faisal Islamic Bank of Bahrain dan al Barakah Bank.
6. Uni emirat arab
Dubai
Islamic Bank merupakan salah satu pelopor perkembangan bank syariah. Didirikan
pada tahun 1975. Investasinya meliputi bidang perumahan, proyek-proyek
industri, dan aktivitas komersial. Selama beberapa tahun para nasabahnya telah
menerima keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional.
7. Malaysia
Bank
Islam Malaysia Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di asia tenggara.
Bank ini didirikan pada tahun 1983, dengan 30% modal merupakan milik pemerintah
federal. Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari 70 cabang yang
tersebar hampir disetiap negara bagian dan kota-kota malaysia.
Sejak
beberapa tahun yang lalu, BIMB telah tercatat sebagai listed-publiccompany dan
mayoritas sahamnya dikuasai oleh lembaga urusan dan tabung haji.
8. Iran
Ide
pengembangan perbankan syariah di Iransesungguhnya bermula sesaat sejak
revolusi islam Iran yang dipimpin ayatullah Khomeini pada tahun 1979, sedangkan
perkembangan dalam arti riil baru dimulai sejak januari 1984.
Islamisasi
sistem perbankan di Iran ditandai dengan nasionalisasi seluruh industri pebankan
yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu : perbankan komersial dan
lembaga pembiayaan khusus. Dengan demikian, sejak dikeluarkannya undang-undang
perbankan islam seluruh sistem perbankan di Iran otomatis berjalan sesuai
syariah dibawah kontrol penuh pemerintah.
9. Turki
Sebagai
negara yang berideologi sekuler, turki termasuk negeri yang cukup awal memiliki
perbankan syariah. pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada
Daaral-Maalal-Islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip bagi hasil. Menurut ketentuan bank central turki, bank syariah diatur
dalam satu yurisdiksi khusus. Setelah DMI berdiri, pada bulan desember 1984
didirikan pula faisalfinanceinstitution dan mulai beroperasi pada bulan april 1985.
Disamping dua lembaga tersebut, Turki memiliki ratusan atau ribuan lembaga
wakaf yang memberikan fasilitas pinjaman dan bantuan kepada masyarakat.[5]
2.5 Perkembangan Bank
Syari’ah Di Indonesia
1. Latar Belakang
Berkembangnya
bank-bank syari’ah di negara-negara islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal
periode 1980an, diskusi mengenai bank syari’ah sebagai pilar ekonomi islam
mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen
A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M. Syaifuddin, M. Amien Aziz, dll.
Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbataas telah diwujudkan.
Diantaranya adalah Baitut-Tamwil Salman, Bandung yang sempat tumbuh
mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk kperasi,
yakni koperasi Ridho Gusti.
Akan
tetapi, prakarsa lebih khusus mendirikan bank islam di Indonesia baru dilakukan
pada tahun 1890. Majelis l Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus
menyelenggarakan lokakarya bunga Bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawarah nasional IV MUI
yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakata, 22-25 Agustus 1990. Berdasrkan
amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di
Indonesia.
2. PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)
Bank
muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Bank MUI tersebut. Akte pendirian
Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada 1 November 1991. Ada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul
komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 Milyar.
Pada
awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank Syariah ini belum
mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan indutri perbankan nasional.
Landasan hukum operasi Bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan
sebagai “Bank dengan sistem bagi hasil”; tidak terdapat rincian hukum syariah
serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan hal ini sangat jelas tercermin dari
UU No. 7 Tahun 1992, di mana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil
diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan “sisipan” belaka.
3. Era Reformasi dan Perbankan Syariah
Perkembangan
syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujui UU No. 10 1998. Dalam UU
tersebut diatur dengan rincilandasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. UU tersebut juga
memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabanag syariah
atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Peluang
tersebutternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank
mulia memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya.
Hal demikian diantisipasi oleh bank indonesia dengan mengadakan “pelatihan
perbankan syariah” bagi para pejabat bank indonesia dari segenap bagian,
terutama para yang berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan
Pengaturan Perbankan), Kredit, Pengawasan, akutansi, riset, dan moneter.[6]
Kini
jumlah bank Syariah di Indonesia telah bertambah dengan telah beroperasinya
kantor cabang Syariah Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, kantor-kantor cabang
Syariah Bank BNI, kantor cabang Bank Jabar dan kantor cabang Bukopin, disamping
Bank Muamalat Indonesia dan 78 BPR syariah yang telah ada. Jumlah ini akan
bertambah lagi dengan pembukaan kantor-kantor cabang syariah beberapa bank
lainnya. Untuk memfasilitasi perbankan syariah ini dalam mengelola dananya,
Bank indonesia telah mengeluarkan beberapa ketentuan mengenai Pasar Uang Antar
Bank Syariah, Instrumen Pasar uang syariah yang berupa Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar-bank (IMA) dan sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI),
ketentuan mengenai Giro wajib Minimum bagi Bank Syariah dan Kliring antar Bank
Syariah. Saat ini Bank Indonesia juga sedang mempersiapkan Pedoman Standar
Akutansi Keuangan (PSAK) bagi Perbankan Syariah.[7]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aktifitas perbankan telah ada sejak zaman
Rasulullah Saw. Beliau terkenal sebagai seorang yang mendapat kepercayaan
menyimpan segala deposit masyarakat Arab Quraisy sampai ketika beliau hijrah ke
Madinah, beliau melantik Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan segala deposit
itu kepada pemiliknya. Sahabat nabi yang bernama Zubair bin Awwam mengembangkan
kegiatan rasulullah, beliau suka menerima uang dari kaumnya dalam bentuk
pinjaman, bukan deposit.
2. Sejak awal kelahirannya, perbankan
syari’ah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissanceislam modern:
neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan
berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk
mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
3. lembaga-lembaga keuangan syariah dapat
dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic
Comercial Bank). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk
internationalholdingcompanies.
4. Perkembangan syariah diberbagai negara,
diantaranya : Pakistan, Mesir, Siprus, Kuwait,Bahrain, Uni Emiret Arab,
Malaysia, Iran,Turki.
5. Beberapa bank yang sudah membuka cabang syariah
diantaranya: Bank IFI, Bank Niaga, Bank BNI 46, Bank BTN, Bank Mega, Bank
Bukopin.
B. Saran
Demikian makalah yang
dapat kami sajikan dan sampaikan, semoga ilmunya bermanfaat bagi kita semua.
Makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk pembelajaran selanjutnya.
Daftar
Pustaka
http://rivankurniawan.com/2019/07/17/perkembangan-perbankan-syariah/
https://www.slideshare.net/AnitaSari3/makalah-perkembangan-bank-syariah-di-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar