Karakteristik
Budaya Organisasi
Secara umum pengertian budaya organisasi yaitu
suatu karakteristik yang dijunjung tinggi oleh organisasi dan menjadi contoh
organisasi untuk membedakan antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
Atau budaya organisasi juga disimpulkan sebagai nilai-nilai dan norma perilaku
yang diterima serta dipahami secara bersama-sama oleh anggota organisasi
sebagai dasar dalam ketentuan perilaku yang ada di dalam organisasi tersebut.
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan
karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Pengertian
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli:
1.
Sarpin (1995): Suatu sistem nilai,
kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi
dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku
organisasi.
2.
Schein: Budaya organisasi adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang
ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan
maksud agar organisasi belajar mengatasi dan menanggulangi masalah-masalah yang
timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan
dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai
cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkanaan dengan
masalah-masalah tersebut.
3.
Mondy dan Noe (1996): Budaya organisasi adalah sistem dari shared values,
keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling
berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku.
4.
Hodge, Anthony dan Gales (1996): Budaya
organisasi adalah konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu
karakteristik organisasi yang kelihatan (observable) dan yang tidak kelihatan
(unoservable).
Fungsi
Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat
penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku
individu yang ada didalamnya. Fungsi budaya biasanya sulit dibedakan dengan
fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya adalah gejala
sosial.
Fungsi Budaya Organisasi menurut Siagian (1992
: 153) mencatat lima fungsi utama budaya organisasi, yakni:
1.
Sebagai penentu batas-batas tingkah laku dalam arti memastikan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, apa yang dilihat baik atau tidak baik, memastikan
yang benar dan yang salah.
2.
Menumbuhkan perasaan jati diri dalam suatu organisasi dan para anggotanya.
3.
Menumbuhkan komitmen kepada kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau
kelompok sendiri.
4.
Sebagai tali pengikat untuk seluruh anggota organisasi
5.
Sebagai alat pengendali perilaku para anggota organisasi yang berkaitan.
Pedoman
Tingkah Laku
Antara manusia dan kebudayaan terjalin
hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa
manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu
merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan
merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil.
Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar.
Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi,
sosialisasi, dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan antara manusia dengan
kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap
kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai
:
1.
Penganut kebudayaan
2.
Pembawa kebudayaan
3.
Manipulator kebudayaan
4.
Pencipta kebudayaan
Hubungan
Etika Dan Budaya
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan:
Meta-ethical cultural relativis merupakan cara pandang secara filosofis yang
yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus
selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan sosial kita
karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda
terhadap kebenaran etika.
Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau
moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan
perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran
atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus
selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl
mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana
kita tinggal dan kehidupan sosial apa yang kita jalani.
Baik atau buruknya suatu perbuatan itu
tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan
norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai
dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang
Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan
yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini
merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu premis yang disebut dengan “Dependency
Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from cultural
acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya
harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral
yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis
terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika perorangan,
yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan
lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan
sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain
atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku etis yang telah berkembang dalam
perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antar perusahaan dan stakeholder,
yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku
etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta
tumbuhnya saling percaya.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang
signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan
merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya
dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong
perilaku yang tidak etis. Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius
pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen akan mendukung
perilaku etis dalam perusahaan
Pengaruh
Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu
kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu
maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan
berpengaruh terhadap budaya perusahaan.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam
budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan
akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan.
Kendala
Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia
masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83)
menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1.
Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka
menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh
keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran,
timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan
keuangan.
2.
Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya
ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang
berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi
yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar
perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan
masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal
karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3.
Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara
politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan
masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari
dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang
buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna
memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4.
Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di
pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di
pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis
menegakkan norma-norma etika.
5.
Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik
bisnis dan manajemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar