Model
Etika Dalam Bisnis
Menurut
Carrol dan Buchollz ada 3 tingkatan manajemen bila dilihat dari para pelaku
bisnis :
1. Immoral Manajemen
Immoral
manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan
prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada
umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik
dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas
bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau
kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang
disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan
bisnisnya.
2. Amoral Manajemen
Tingkatan
kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral
manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen
seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada
dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak
sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para
manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang
diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada
pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan
apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer
tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa
keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.
Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang
berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe
manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya
memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara
sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis
mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe
ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi
kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar
dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
3.
Moral Manajemen
Tingkatan
tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah
moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan
aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan
mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan
prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk
dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis
yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka
patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi
dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu
melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan
aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis
yang diambilnya.
B. Sumber Nilai Etika
Secara
garis besar dimanapun kita berada maka kita akan dihadapkan pada 4 hal yang
dipandang sebagai sumber nilai-nilai etika dalam komunitas serta dalam
melakukan bisnis, yaitu :
1. Agama
Etika
sebagai ajaran baik-buruk, salah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya
dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran
agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk
pada kitab Injil (Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak menunjuk pada
Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima
ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.
Dalam
ajaran Islam, etika bisnis dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu :
Kesatuan (Unity), Keseimbangan (Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung
jawab (Responsibility).
2.
Filosofi
Ajaran
ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai
pemikiran para fisuf – filsuf saat ini. Ajaran ini terus berkembang dari tahun
ke tahun. Di Negara barat, ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai
ketika zaman Yunani kuno pada abad ke 7 diantaranya Socrates (470 SM – 399 SM)
Socrate percaya bahwa manusia ada untu suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar
memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan
lingkungan dan sesamanya sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena
keahliannya dalam berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa
kebaikan berasal dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah
jujur, dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang
membebani kondisi seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. : “Kenalilah
dirimu” dia yang memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada
hukum manusia
3.
Pengalaman Dan Perkembangan Budaya
Setiap
transisi budaya antara satu generasi kegenerasi berikutnya mewujudkan
nilai-nilai,aturan baru serta standar-standar yang kemudian akan diterima dalam
komunitas tersebut selanjutnya akan terwujud dalam perilaku. Artinya orang akan
selalu mencoba mendekatkan dirinya atau beradaptasi dengan
perkembangan-perkembangan nilai-nilai yang ada dalam komunitas tersebut,dimana
nilai-nilai itu tidak lain adalah budaya yang hadir karna adanya budaya
pengetahuan manusia dalam upayanya untuk menginterpentasikan lingkunganya
sehingga bisa selalu bertahan hidup.
4.
Hukum
Hukum
adalah perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk
menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan
ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba
mengatur serta mendorong para perbaikan-perbaikan masalah-masalah yang
dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita berharap
bahwa dengan hukum dapat mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti
ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah
pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.
Indonesia
adalah Negara yang menganut system hukum campuran dengan system hukum utama
hukum Eropa Kontinental, yang dibawa oleh Belanda ketika menjajah selama 3,5
abad lamanya. Selain system hukum Eropa Kontinental, dengan diberlakukannya
otonomi daerah, didaerah-daerah system hukum setempat yang biasanya terkait
dengan hukum adat dan system hukum agama, khususnya hukum (syariah) islam,
seperti yang berlaku diaceh.
Pada
umumnya para pebisnis akan lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai
cermin etika mereka dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang
suatu perangkat yang memiliki bentuk hukuman/punishment yang paling jelas
dibandingkan sumber-sumber etika yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman
yang sifatnya abstrak, seperti mendapat malu, dosa dan lain-lain. Hal ini
sah-sah saja, tetapi ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis itu
sendiri.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etika
Manajerial
Pengertian
Etika Manajerial
Etika
manajerial adalah keputusan manajemen dan kegiatan organisasi yang berdasarkan
pada nilai-nilai atau standar moral yang dianggap baik dan luhur dalam
lingkungannya dan masyarakat.Perilaku etis terjadi bila manajer dan karyawan
mengikuti prinsip dan nilai-nilai yang disepakati. Manajer dapat memberikan
contoh untuk melakukan perilaku etis dengan menetapkan standar menyangkut
penggunaan sumber daya organisasi untuk kepentingan perusahaan daan bukan
kepentingan pribadi, menangani informasi secara jujur dan rahasia, tidak
menggunakan wewenang mereka untuk mempengaruhi orang lain melakukan perilaku
tidak etis, tidak membuat kebijakan yang tidak sengaja membuat karyawan berperilaku
tidak etis dengan menetapkan tujuan yang masuk akal.
1. Leadership
Kepemimpinan
yang beretika menggabungkan antara pengambilan keputusan yang beretika dan
perilaku yang beretika. Tanggung jawab utama dari seorang pemimpin adalah
membuat keputusan yang beretika dan berperilaku yang beretika pula. Ada
beberapa hal yang harus dilakukang oleh seorang pemimpin yang beretika yaitu :
• Mereka berperilaku sedemikian rupa
sehingga sejalan dengan tujuannya dan organisasi.
• Mereka berlaku sedemikian rupa
sehingga secara pribadi, dia merasa bangga akan perilakunya.
• Mereka berperilaku dengan sabar dan
penuh keyakinan akan keputusan yang diambilnya dan dirinya sendiri.
• Mereka berperilaku dengan teguh. Ini
berarti berperilaku secara etika sepanjang waktu, bukan hanya bila dia merasa
nyaman untuk melakukannya.
• Seorang pemimpin etika, menurut
Blanchard dan peale, memiliki ketangguhan untuk tetap pada tujuan dan mencapai
apa yang dicita-citakannya.
• Mereka berperilaku secara konsisten
dengan apa yang benar-benar penting. Dengan kata lain dia tetap menjaga
perspektif
2. Strategi dan performasi
Fungsi
yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi
tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan
perusahaa terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya
berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan
besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan
standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut
excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna
mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
3.
Karakter individu
Perjalanan
hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam
menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu
ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja
atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi karakter individu Faktor –faktor tersebut yangpertama adalah
pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut
dalam keluarganya. Faktor yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh
lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Faktor yang ketiga adalah
berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan
hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Kesemua faktor ini juga akan
terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu
tersebut yang terwujud dari tingkah lakunya.
4.
Budaya perusahaan
Budaya perusahaan adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu perusahaan. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas. Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar